Buntut penerobosan kapal China di Natuna, nelayan menderita


Masyarakat Natuna mulai mengeluhkan penghasilan mereka menurun. Biasanya daerah yang melimpah ruah akan hasil lautnya itu kerap disambangi kapal Hongkong untuk bertransaksi.

Nurdin Maulana (55), seorang nelayan Natuna menyebutkan hasil melaut dia dan rekan-rekannya sering menumpuk.

"Kepada siapa harus menjual. Kalau tidak ada yang membeli," katanya, Minggu (26/3).

Biasanya masyarakat nelayan di Natuna dengan ikan berat satu kilogram bisa mendapatkan uang di atas satu juta rupiah dalam keadaan hidup. Jenis ikan tersebut adalah Napoleon.

Selain ikan Napoleon yang ditangkap langsung dari laut, Natuna juga menghasilkan budidaya ikan krapu, macan dan karang masing-masing dihargai mulai dari 120 ribu per kilo, sedangkan krapu tikus mencapai 400 ribu rupiah per kilonya.

Kebanyakan para pembeli ikan mahal tersebut dari negeri tirai bambu. Tingginya para pembeli luar negeri di daerah Natuna diakibatkan minimnya akses jual beli dari ujung utara Nusantara ke daerah lain begitu juga sebaliknya.

Sementara itu, tokoh masyarakat Nelayan asal Natuna, Rodhial Huda, mengatakan, nelayan di Kepulauan Natuna sangat mengandalkan kapal asing. Namun akibat memanasnya perairan Natuna kapal asing yang mengantongi izin resmi jadi menurun.

Selain itu juga dia menyesalkan opini yang terbentuk hampir setiap kapal dari luar negeri masuk ke perairan Natuna melakukan ilegal fishing. Selama ini dikatakannya juga kapal asing sanggup membeli 15 hingga 20 ton ikan hasil Nelayan.

"Mereka mempunyai izin resmi dari pemerintah Indonesia untuk melakukan jual beli perikanan. Dan itu menghidupi kita (nelayan)," katanya dengan nada mengeluh saat dihubungi.

Terakhir, dia berharap agar pemerintah pusat hadir dan memberikan solusi. Agar nantinya ikan hasil tangkapan dan budidaya nelayan tidak rusak akibat tidak sebandingnya produksi ikan dan pembeli.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Buntut penerobosan kapal China di Natuna, nelayan menderita"

Posting Komentar